Sunday, May 15, 2011

Cinta Lama Bersemi di Tambaksari ( Bonekmania dan Pasoepati)




“Bonekmania.. Suporternya Persebaya. Pasoepati.. Suporternya Solo FC. Dari pada kita bermusuhan, lebih baik kita seduluran. Bonek Solo joss! Kita saudara..”

Entah siapa dulu yang memulai, ketika lirik lagu di atas dinyanyikan di Gelora 10 November, sontak semua orang yang memenuhi seisi stadion memberikan riuh tepuk tangan. Inilah kenyataan yang terjadi di stadion kebanggaan publik Surabaya pada hari Senin (9/5) lalu.

Stadion Gelora 10 November, Tambaksari, Surabaya yang ‘seharusnya’ menjadi tempat paling angker bagi Pasoepati, nyatanya malah menjadi tempat yang sangat bersahabat bagi suporter asal Solo ini. Bagaimana tidak, selama berada di kota Surabaya, ratusan Pasoepati dimanjakan dengan keramahan dan pelayanan yang begitu memuaskan dari Bonekmania.

Memang tidak salah jika harus menyebut bahwa stadion Gelora 10 November adalah tempat paling angker yang tidak boleh dikunjungi Pasoepati. Itu didasari dari serangkaian peristiwa buruk yang mewarnai hubungan kedua suporter, Pasoepati dan Bonekmania.

Sejak beberapa tahun lalu, kedua kelompok suporter yang disimbolisasi dengan warna merah dan hijau ini memang tak pernah akur. Bahkan, bisa dibilang keduanya saling mengklaim sebagai musuh abadi. Bagaikan tikus dan kucing, jika kedua suporter ini dipertemukan, maka yang akan terjadi adalah pertengkaran anarkis.

Namun, sepenggal cerita tersebut merupakan bagian cerita di masa lalu. Kini, dengan berbesar hati, kedua kelompok suporter pun sepakat mengikrar tali perdamaian.

Kedatangan ratusan Pasoepati ke Surabaya hari Senin lalu, memang telah melalui koordinasi yang sangat panjang. Baik pihak Pasoepati maupun Bonekmania, sama-sama terus menjalin komunikasi agar lawatan Pasoepati ke kota Pahlawan dapat berjalan aman dan nyaman.

Diantara ribuan Bonekmania di tribun utama stadion Gelora 10 November, ada ratusan Pasoepati beratribut merah yang juga sedang duduk di sana.

Minggu (8/5) malam, menjadi saat yang dinantikan. Ratusan Pasoepati telah berkumpul di stasiun Jebres menunggu jadwal kedatangan kereta api Gaya Baru Malam yang akan mengangkut rombongan Pasoepati ke Surabaya. Sekitar pukul 11 malam, kereta yang dinantikan pun datang dan langsung mengangkut semua rombongan.

Tak hanya Pasoepati, Bonekmania pun juga turut serta dalam rombongan di kereta api tersebut. Bonekmania memang sengaja datang dari Surabaya khusus untuk menjemput dan memberikan pengamanan bagi Pasoepati selama perjalanan ke kota Pahlawan.

Keinginan rombongan Pasoepati untuk bisa hadir di Surabaya ternyata tidak selalu berjalan mulus. Ketika laju kereta baru mulai meninggalkan stasiun, kereta pun lantas dilempari batu oleh sejumlah oknum yang tidak menginginkan perdamaian Pasoepati-Bonek. Namun kejadian itu tidak lantas membuat ciut nyali bagi para pejuang perdamaian Pasoepati untuk tetap berangkat ke Surabaya.

“Kami tahu siapa yang berbuat (melempar batu). Tapi riak-riak kecil seperti itu sudah biasa. Yang terpenting, kita menuju sebuah perbaikan. (Perdamaian) lebih banyak didukungnya dari pada hanya sekedar pokok’e,” ujar Bimo Putranto Presiden Pasoepati, dikutip dari beritajatim.com

Sekitar pukul 3 pagi, hari Senin (9/5), kereta pun mulai masuk di stasiun Gubeng, Surabaya. Begitu kereta memasuki stasiun, nyanyian dari para Bonekmania langsung menggema untuk menyambut kedatangan Pasoepati. “Bonek-Solo kita saudara. Bonek-Solo kita saudara. Provokator dibunuh saja.”

Dirigen Bonekmania, Hamin Gimbal, selalu ramah terhadap Pasoepati yang selalu memintanya untuk berfoto bersama.

Turun dari kereta, ratusan Pasoepati pun langsung disambut meriah oleh Bonekmania. Jumlah Bonek yang menjemput pun tak sedikit, ada lebih dari 100 orang Bonek yang datang ke stasiun. Tak tampak wajah-wajah cemas yang menghias raut muka rombongan Pasoepati.

Datang ke Surabaya, Pasoepati justru senang dengan sambutan Bonekmania. Saling berjabat tangan adalah hal pertama yang dilakukan sebagai bentuk bahwa pertemuan dini hari itu adalah pertemuan yang diselimuti rasa persahabatan, persaudaraan dan tanpa dibumbui rasa dendam.

Dari stasiun Gubeng, rombongan Pasoepati selanjutnya diarak menuju ke lapangan Karanggayam. Lapangan Karanggayam sendiri merupakan tempat latihan tim Persebaya 1927. Letaknya tepat di belakang wisma pemain Persebaya 1927.

Di lapangan Karanggayam, Pasoepati ditempatkan di tribun yang beratap agar dapat langsung berisitirahat setelah capek dari perjalanan. Dan sebagai tuan rumah, Bonek pun memberikan jamuan berupa makanan dan air mineral untuk Pasoepati.

Perwakilan Pasoepati dan Bonek Berkeliling Lapangan Untuk Kulonuwun.

Pelayanan Bonekmania terhadap Pasoepati dinilai memuaskan. Banyak Pasoepati yang terheran-heran dengan sambutan Bonekmania yang luar biasa. Persediaan makanan dan minuman pun malah bisa dibilang berlebih. Tak heran jika satu orang Pasoepati bisa makan hingga berkali-kali karena banyaknya persediaan makanan yang disediakan oleh Bonek.

“Kita terheran-heran, Bonek sudah banyak perubahan dalam hal membina hubungan dengan suporter lain. Yang jelas kita menginginkan perdamaian. Kita berterima kasih atas segala sambutannya kepada kami. Cukup meriah, sampai-sampai teman-teman terharu, saking senangnya,” ujar Bimo Putranto Presiden Pasoepati, dikutip dari beritajatim.com

Selama berada di lapangan Karanggayam, baik Pasoepati dan Bonekmania sama-sama saling membaur menjadi satu. Tidak terlihat pengelompokan tersendiri antara Pasoepati dan juga Bonekmania. Semua bebas berbaur satu sama lain.

“Melihat kedekatan Bonek dan Pasoepati, mungkin jika orang awam yang melihatnya pasti akan mengira bahwa Bonek dan Pasoepati sudah bersaudara sangat lama. Tapi kenyataannya, saat itu antara Bonek dan Pasoepati baru saja memulai hubungan persaudaraan setelah sebelumnya lama bertikai,” ujar salah seorang Pasoepati di wisma Persebaya.

Salah Satu Spanduk Yang Terbentang di Depan Stadion G10N.

Pukul 14.30 wib, rombongan Pasoepati dengan dikawal ratusan Bonek, bergegas menuju ke stadion Gelora 10 November. Letak stadionnya pun sangat dekat, hanya selemparan batu. Prosesi kedatangan Pasoepati ke stadion pun menjadi tontonan menarik bagi ribuan Bonekmania lainnya.

Selama perjalanan menuju ke stadion, tak ada provokasi yang terjadi, tak ada nyanyian rasis, tak ada hujatan, dan tak ada bentuk ancaman. Semua berjalan aman dan nyaman. Sama halnya dengan yang terjadi kepada Bonekmania, rombongan Pasoepati pun juga harus melalui pemeriksaan petugas kepolisian ketika hendak masuk ke dalam stadion.

Berada di dalam stadion, ratusan Pasoepati ditempatkan di tribun utama. Hal ini menguntungkan bagi Pasoepati karena selain pandangan mata ke arah lapangan lebih luas, Pasoepati pun juga bebas dari terik matahari yang memang di siang itu cuaca kota Surabaya memang lagi panas membara.

Berada di dalam tribun utama, Pasoepati pun lagi-lagi masih mendapatkan pengawalan, baik dari petugas kepolisian maupun dari Bonek sendiri. Bahkan, ada beberapa Bonekmania yang juga malah turut memilih duduk berdampingan dengan Pasoepati.

Ratusan Pasoepati ditempatkan di tribun utama stadion Gelora 10 November.

Ketika pertandingan Solo FC dan Persebaya 1927 dilangsungkan, baik Bonekmania dan Pasoepati mulai saling berdendang lagu. Bonekmania menyapa Pasoepati dengan sebuah lagu yang mereka nyanyikan, pun demikian dengan Pasoepati yang membalasnya juga melalui lagu. Aksi berbalas lagu ini kerap kali mendapatkan riuh tepuk tangan dari semua orang yang ada di dalam stadion.

“Beberapa waktu yang lalu, kami saling serang dengan Bonek. Tak sedikit darah yang mengucur deras karena permusuhan kami. Tapi hari ini, kami bisa berdamai, saling bernyanyi bersama, saling sahut-sahutan. Sungguh indah perdamaian ini. Memang jika dendam dibalas dengan dendam, maka tak akan ada ujung akhirnya.

Tapi dengan cara berdamai seperti ini, konflik yang pernah terjadi pun harus dipaksa diakhiri. Berganti dengan persaudaraan yang lebih baik,” ujar salah seorang Pasoepati di tribun.

Pertukaran cindera mata Bonekmania-Pasoepati sebagai simbolisasi perdamaian antar kedua kelompok suporter.

Di jeda pertandingan seusai babak pertama berakhir, perwakilan Bonekmania dan Pasoepati turun ke pinggir lapangan. Secara simbolis dua perwakilan kelompok suporter ini saling bertukar cindera mata. Bonekmania memberikan sebuah bendera hijau bertuliskan Persebaya 1927 kepada perwakilan Pasoepati.

Sebaliknya, Bonekmania pun mendapatkan sebuah syal merah bertuliskan Pasoepati. Ini adalah bentuk simbolisasi dari perdamaian Bonekmania dan Pasoepati. Cindera mata yang diberikan memang hanya barang yang sederhana, namun di balik itu semua ada makna perdamaian yang jauh lebih besar manfaatnya.

Pertandingan Solo FC melawan Persebaya 1927 akhirnya berakhir untuk kemenangan Persebaya 1927 dengan skor pertandingan 0-2. Meski tim yang didukungnya mengalami kekalahan, namun ratusan Pasoepati yang hadir di stadion bisa berbesar hati menerima hasil pertandingan tersebut. Baik Pasoepati dan Bonekmania, sama-sama mengakhiri aksi mereka di dalam stadion dengan aksi damai dan tak sekalipun terjadi keributan antar suporter. Selesainya pertandingan, Pasoepati tak bisa lantas keluar stadion dan langsung pulang.

Oleh Bonekmania beserta pihak keamanan, ratusan Pasoepati tetap ditahan di dalam stadion. Di saat itulah beberapa Bonekmania mulai mendekat ke tribun Pasoepati untuk bisa saling bertukar syal, kaos dan atribut suporter lainnya. Tak heran, Pasoepati yang sedari awal beratribut warna merah, malah banyak yang berubah atribut menjadi hijau khas Bonekmania.


Keakraban Pasoepati dan Bonkemania di tribun utama.

Meski pertandingan telah selesai pada jam 5 sore, namun sejam berlalu Pasoepati masih tetap dikurung di dalam stadion. Rupanya sebelum pulang Pasoepati masih mendapatkan fasilitas makan malam gratis yang disediakan oleh Bonekmania. Pasoepati benar-benar telah dimanjakan oleh suporter Bajul Ijo.

Baru di jam 7 malam, akhirnya Pasoepati baru diperbolehkan keluar dari dalam stadion. Di luar stadion telah menunggu sebuah truk yang akan mengangkut ratusan Pasoepati menuju ke terminal bus. Perjalanan Pasoepati menuju ke terminal bus pun masih dengan pengawalan dari Bonekmania. Hingga pada akhirnya sesampainya di terminal, Pasoepati lantas melanjutkan perjalanan pulang menuju Solo menggunakan bus yang telah disewa.

Tur Pasoepati ke kota Surabaya jilid dua, Senin (9/5) lalu, memang memberikan kesan tersendiri bagi Pasoepati. Kesan brutal dan anarkis yang dulu kerap ditunjukkan Bonekmania, justru tak lagi tampak pada diri Bonek saat ini.

Justru sebaliknya, dengan gembira Bonekmania menyambut kedatangan Pasoepati dengan tangan terbuka, penuh suka cita, penuh bersahabat dan memberikan pelayanan yang sangat memuaskan. Rasanya, perdamaian memang lebih indah jika dibandingkan dengan permusuhan. Demi sepak bola Indonesia yang lebih baik, perdamaian memang harus diwujudkan. T

ur Pasoepati ke Surabaya bukanlah menjadi puncak perdamaian antara Pasoepati dan Bonek. Itu hanyalah pondasi awal, jalan pembuka bagi moment perdamaian selanjutnya. Perjuangan masih belum berakhir.

1 Nyali Saetama Dadi Siji “WANI” !

No comments:

Post a Comment

Artikel Lainnya